Terlalu banyak tempat, orang, budaya, makanan hingga peristiwa yang bisa diceritakan dalam perjalanan ke Papua. Berikut adalah sembilan hal yang paling unik.
Saya tertegun, desa ini sangat cantik, setiap rumah punya kebun dan bunga anggrek, tentunya. Di salah satu rumah, sebuah anggrek berwarna oranye tampak menjulang tinggi. Lima petalnya panjang, berulir seperti rambut ikal. Itulah Anggrek Kribo.
Cerita perjalanan atau catatan perjalanan. Dua-duanya baik dan perlu. Yang pertama bikin orang terinspirasi untuk berperjalanan, yang kedua memberikan informasi bagaimana mencapai ke sana.
Ada kebingungan luar biasa setiap kali mengunjungi desa-desa tradisional. Sebagai turis, saya ingin menyaksikan terjaganya situs budaya lengkap dengan adat dan tradisi yang lekang ratusan bahkan ribuan tahun. Sebagai manusia, saya kerap sedih mendengar langsung saudara-saudara kita di tempat-tempat ini mengeluh bahkan iri dengan ‘orang kota’ yang menurut mereka tak punya kewajiban menjaga tradisi. Begitu pula yang saya rasakan ketika berkunjung ke Baduy.
Karena hujan, jalan setapak menuju Desa Ciboleger berubah jadi lumpur licin. Kami terpaksa berjalan pelan, memperpanjang perjalanan hingga dua jam. Beberapa terpeleset. Tapi kami senang. Seperti iklan sebuah deterjen, kalau tidak berkotor-kotor seperti ini, kapan lagi bisa tertawa lepas bersama orang-orang yang baru saja kita kenal?
Jadi selain karena alamnya memang keren, saya memilih TN Komodo sebagai tujuh keajaiban alam yang baru juga karena masyarakat sekitar diikutsertakan aktif dalam pengelolaan taman nasional ini
Ya, pemandangan luar biasa yang selama ini sering saya lupakan. Menyelam di Batu Bolong layaknya berenang di dalam akuarium. Tak usah repot mencari ikan dan hewan besar. Arus yang deras akan membawa kita menyaksikan pawai hewan-hewan besar di bawah laut
Buat sebagian orang, wangi kamboja di Ereveld Menteng Pulo ini mungkin tidak menentramkan. Buat saya, wangi kamboja di tengah hiruk pikuk Jakarta sekali lagi membuktikan bahwa sebenarnya banyak tempat menarik yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari pintu rumah saya.
Tapi, seperti sering saya membatin, kenapa di tempat-tempat seperti ini saya malah merasa seperti tamu – bahkan tamu tak diundang – di negeri sendiri?